Nilai-Nilai dalam Konsep Energi: Menemukan Makna Fisika di Kehidupan Sehari-hari Orang Indonesia
Sunday, May 18, 2025
Kita sering belajar fisika sebagai ilmu pasti seperti rumus, grafik, dan angka-angka. Seringkali di dalam kelas guru kita memberikan materinya apa, rumusnya bagaimana, serta kalau ada soal bagaimana cara penyelesaiannya. Fisika seringkali dianggap tentang teori atau konsep sains yang jauh dari budaya masyarakat. Tapi, pernahkah kita berpikir bahwa di balik konsep-konsep itu, ada nilai-nilai kehidupan yang dekat dengan budaya dan cara hidup kita di Indonesia?
Mari kita bahas salah satu konsep inti dalam fisika: energi. Bukan sekadar soal joule atau efisiensi mesin, tetapi juga soal bagaimana kita, sebagai masyarakat, memaknai energi dalam kehidupan sehari-hari.
Efisiensi Energi: Kenapa Naik Angkot Lebih Fisikawan?
Dalam fisika, efisiensi energi berarti, semakin sedikit energi yang kita keluarkan untuk hasil yang sama, semakin efisien sistemnya. Coba bandingkan satu orang naik motor sendiri vs. lima orang naik satu angkot. Total energi bahan bakar angkot memang lebih besar, tapi energi per orang jadi jauh lebih kecil. Itu efisiensi.
Kebiasaan masyarakat Indonesia yang naik angkot bersama, atau bahkan boncengan motor saat berangkat sekolah, sebenarnya sudah mencerminkan prinsip efisiensi energi. Mungkin mereka tak menyebutnya dengan rumus, tapi mereka sedang mempraktikkan konsep energi per satuan output. Jadi, kalau kamu sering naik transportasi umum, selamat! Kamu sudah jadi fisikawan sehari-hari.
Kebiasaan masyarakat Indonesia yang naik angkot bersama, atau bahkan boncengan motor saat berangkat sekolah, sebenarnya sudah mencerminkan prinsip efisiensi energi. Mungkin mereka tak menyebutnya dengan rumus, tapi mereka sedang mempraktikkan konsep energi per satuan output. Jadi, kalau kamu sering naik transportasi umum, selamat! Kamu sudah jadi fisikawan sehari-hari.
Kekekalan Energi dalam Harmoni Angklung
Angklung bukan sekadar alat musik tradisional dari bambu, tapi juga simbol harmoni dan kebersamaan masyarakat Sunda. Saat pemain menggoyangkan angklung, energi kinetik dari gerakan tangan berubah menjadi energi mekanik berupa getaran bambu yang menghasilkan suara.
Proses ini menunjukkan prinsip kekekalan energi yaitu, energi tidak hilang, melainkan berpindah bentuk satu ke bentuk lainnya. Energi mekanik dari tenaga fisik pemain, berubah jadi getaran, lalu menjadi gelombang suara khas angklung yang bisa kita dengar bersama. Jadi, setiap bunyi angklung yang merdu adalah bukti nyata energi terus bertransformas selaras dengan nilai budaya Indonesia yang menjunjung kebersamaan dan keseimbangan.
Proses ini menunjukkan prinsip kekekalan energi yaitu, energi tidak hilang, melainkan berpindah bentuk satu ke bentuk lainnya. Energi mekanik dari tenaga fisik pemain, berubah jadi getaran, lalu menjadi gelombang suara khas angklung yang bisa kita dengar bersama. Jadi, setiap bunyi angklung yang merdu adalah bukti nyata energi terus bertransformas selaras dengan nilai budaya Indonesia yang menjunjung kebersamaan dan keseimbangan.
Kerja dan Kerja Bakti: Energi yang Bergerak Nyata
Dalam fisika, kerja terjadi saat gaya membuat benda berpindah. Saat warga desa melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan, mereka tidak hanya saling tolong, tapi juga melakukan kerja fisika. Ketika mereka mengangkat sampah, memotong rumput, atau memindahkan batu, energi dari otot mereka berubah menjadi energi mekanik yang memindahkan benda.
Kerja bakti bukan sekadar soal gotong royong sosial, tapi juga gambaran nyata konsep kerja dalam fisika: gaya yang menyebabkan perpindahan benda, dan energi yang berpindah bersama perpindahan itu. Jadi, kerja fisika ada di sekitar kita, di setiap kegiatan yang kita lakukan bersama.
Kerja bakti bukan sekadar soal gotong royong sosial, tapi juga gambaran nyata konsep kerja dalam fisika: gaya yang menyebabkan perpindahan benda, dan energi yang berpindah bersama perpindahan itu. Jadi, kerja fisika ada di sekitar kita, di setiap kegiatan yang kita lakukan bersama.
Mengajar Fisika yang Membumi
Sayangnya, pelajaran fisika di sekolah kadang terasa jauh dari kehidupan siswa. Padahal, kalau kita bawa topik energi ke konteks seperti: "Kenapa listrik di desa harus dihemat?" atau "Apa dampak panel surya untuk warga di Nusa Tenggara?", pelajaran jadi lebih hidup.
Guru bisa mengajak siswa berdiskusi: energi bukan hanya angka di soal ujian, tapi bagian dari perjuangan masyarakat membangun negeri ini secara berkelanjutan.
Fisika tidak netral. Ia memuat nilai, terutama ketika kita membicarakan energi. Di Indonesia, nilai-nilai seperti gotong royong, kebijaksanaan lokal, dan tanggung jawab sosial sudah lama hidup berdampingan dengan konsep-konsep fisika, meski tidak selalu disebutkan di buku.
Saat kita menyadari ini, kita bisa mengajarkan fisika yang tidak hanya masuk akal, tapi juga masuk hati.
Referensi:
1. Gray, K. E., & Scherr, R. E. (2025). Values Reflected in Energy-Related Physics Concepts. The Physics Teacher, 63(4), 240–243. [https://doi.org/10.1119/5.0130516](https://doi.org/10.1119/5.0130516)
2. Sutarno, S. (2010). Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Indonesia. Jurnal Ilmu Lingkungan, 8(2), 57–65. https://www.researchgate.net/publication/317833390_
3. UNESCO. (2009). Teaching and Learning for a Sustainable Future: A Multimedia Teacher Education Programme. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000125238
Salam fisika yang membumi,